Jumat, 03 Desember 2010
TEORI MODERNISASI
MODERNISASI MEURUT PARA AHLI
Teori modernisasi merupakan sebuah teori yang muncul karena adanya kenyataan kesenjangan kehidupan bernegara secara ekonomi antara negara yang memproduksi hasil pertanian (negara agraris) dan negara yang memproduksi barang industri (negara industri) yang menganut konsep pembagian kerja secara internasional. Konsep tersebut mendasarkan pada teori keuntungan komparatif yang di milili oleh setiap negara, sehingga terjadi spesialisasi produksi pada tiap-tiap negara sesuai dengan keuntungan komparatif yang mereka miliki. Menurut konsep ini, antara kedua kelompok negara tersebut terjadi hubungan dagang dan keduanya saling di untungkan. Akan tetapi, negara-negara industri menjadi semakin kaya jika di bandingkan dengan negara-negara agraris setelah beberapa puluh tahun kemudian, sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan: "Apa yang menjadi penyebabnya?"
Teori modernisasi merupakan sebuah jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam teori modernisasi, problema pembangunan seperti kemiskinan di pandang sebagai permasalahan internal yang di sebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor-faktor yang terdapat dalam negeri negara yang bersangkutan.
Selain teori modernisasi, juga terdapat teori struktural, yaitu teori-teori yang lebih banyak mempersoalkan faktor-faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya kemiskinan. Kemiskinan dilihat terutama sebagai akibat dari bekerjanya kekuatan-kekuatan luar yang menyebabkan negara yang bersangkutan gagal melakukan pembangunannya. Teori struktural ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Akan tetapi, pada kesempatan ini hanya akan di sajikan teori yang termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi.
Teori-teori yang mewakili dan termasuk ke dalam kelompok teori modernisasi tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Teori Harrod-Domar: Tabungan dan Investasi
Teori dipelopori oleh ahli ekonomi pembangunan, yaitu Evsey Domar dan Roy Harrod. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi. Sedangkan yang menjadi masalah utama pembangunan adalah kekurangan modal, tabungan, dan investasi. Oleh karena itu, untuk memecahkan masalah ini adalah dengan mencari tambahan modal, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri.
(2). Max Weber: Etika Protestan
Etika protestan merupakan sebuah jawaban yang ditemukan oleh weber terhadap kemajuan beberapa negara di Eropa dan AS dibawah sistem kapitalisme. Ajaran ini menyatakan bahwa: seseorang sudah di takdirkan sebelumnya untuk masuk surga atau neraka. Dan untuk mengetahui hal tersebut, maka indikatornya adalah keberhasilan di dunia. Kalau seseorang berhasil dalam kerjanya di dunia, maka hampir dapat di pastikan bahwa dia ditakdirkan untuk naik ke surga setelah dia mati nanti, dan begitupun sebaliknya. Sehingga, mereka bekerja keras untuk meraih sukses di dunia demi kejelasan nasibnya di akhirat kelak. Sementara kekayaan material merupakan produk sampingan yang tidak di sengaja. Inilah yang menjadi faktor utama munculnya kapitalisme menurut Weber. Oleh karena itu, peran agama (etika protestan yang di arahkan secara positif mempunyai implikasi terhadap pertumbuhan ekonomi.
(3). David McClelland: Dorongan berprestasi atau n-Ach
Kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi atau the need for achievement atau yang lebih dikenal dengan sebuah simbol yang disingkat: "n-Ach" merupakan sebuah konsep yang dicetuskan oleh David McClelland. Konsep ini di pengaruhi oleh pemikiran Max Weber tentang Etika Protestan. David McClelland berpendapat bahwa untuk membuat sebuah pekerjaan berhasil, yang paling penting adalah sikap terhadap pekerjaan tersebut. Untuk itu diperlukan n-Ach yang tinggi. n-Ach seseorang di anggap tinggi apabila seseorang tersebut menunjukkan optimisme yang tinggi, keberanian untuk mengubah nasib dan tidak cepat menyerah. Kalau tidak, nilainya di anggap kurang dan harus di tingkatkan. Untuk menumbuhkan n-Ach tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui keluarga. Oleh karena itu, kalau dalam sebuah masyarakat ada banyak orang yang memiliki n-Ach yang tinggi, maka dapat diharapkan masyarakat tersebut akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
(4). WW. Rostow: Lima Tahap Pembangunan
Menurut Rostow, pembangunan merupakan sebuah proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yaitu dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Hal tersebut mempunyai kejadian yang sama di setiap negara, baik di masa lalu, masa sekarang, maupun masa yang akan datang. Walaupun terdapat variasi antara negara yang satu dengan negara lainnya, akan tetapi variasi tersebut bukanlah merupakan perubahan yang mendasar dari proses ini, melainkan hanya berlangsung di permukaan saja. Proses pembangunan tersebut di bagi kedalam lima tahap, yaitu:
1. Masyarakat Tradisional: belum banyak menguasai ilmu pengetahuan.
2. Pra kondisi untuk lepas landas: perubahan pola pikir masyarakat tradisional akibat dari intervensi masyarakat yang sudah maju, dan bersiap-siap menuju proses lepas landas.
3. Lepas landas: ditandai dengan tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi proses pertumbuhan ekonomi.
4. Bergerak ke kedewasaan: perkembangan industri melaju pesat, sehingga kegiatan ekspor-import menjadi seimbang.
5. Jaman konsumsi massal yang tinggi: tahap ini merupakan proses pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang bisa menopang kemajuan secara kontinyu.
Pada dasarnya, konsep pembangunan yang di cetuskan oleh Rostow ini hampir bersamaan dengan teori Harrod-Domar, yaitu berhubungan dengan peningkatan tabungan dan investasi produktif setinggi mungkin. Hanya saja, Rostow lebih menitikberatkan pada peran lembaga-lembaga non ekonomi seperti lembaga-lembaga sosial politik untuk mencapai tujuan. Dan titik terpenting dalam gerak kemajuan dari masyarakat yang satu ke yang lainnya adalah periode lepas landas. Untuk itu, hambatan-hambatan yang ada pada masyarakat harus di hilangkan, sehingga terciptanya masyarakat yang dapat memerdekakan diri dari nilai-nilai tradisinya dan mulai bergerak maju. Peran lembaga sosial politik tersebut di sebut faktor-faktor non ekonomi.
(5). Bert F. Hoselitz: Faktor-faktor non ekonomi
Hoselitz menambahkan bahwa dalam menggerakkan lembaga-lembaga non ekonomi (lembaga-lembaga sosial politik) pada proses pencapaian tahap lepas landas oleh Rostow, maka hal yang perlu di perhatikan adalah pembentukan kondisi lingkungan umum pada tahap pra kondisi lepas landas.
Hoselitz berpendapat bahwa masalah utama pembangunan bukan hanya di sebabkan karena kekurangan modal, melainkan keterampilan kerja, termasuk tenaga wiraswasta yang tangguh juga ikut memberikan andil dalam proses pembangunan. Dengan demikian, di perlukan pembangunan kelembagaan (institution building) yang dapat memengaruhi pemasokan modal dan menjadikannya produktif, sehingga dapat menghasilkan tenaga wiraswasta dan administrasi, serta keterampilan teknis dan keilmuan yang di butuhkan. Pemasokan modal yang di butuhkan meliputi beberapa unsur, yaitu:
a). Pemasokan modal besar dan perbankan
b). Pemasokan tenaga ahli yang terampil
(6). Alex Inkeles dan David H. Smith: Manusia Modern
Menurut Inkeler dan Smith, faktor penting penopang pembangunan adalah SDM yang kompetitif, sehingga produktivitas sarana material dapat di kembangkan. Untuk itu, di perlukan manusia modern, yaitu manusia yang memilik keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan merencanakan, percaya bahwa manusia bisa menguasai alam, dan bukan sebaliknya, dsb. Untuk membentuk manusia modern tersebut, maka cara yang paling efektif adalah melalui pendidikan, pengalaman kerja dan pengenalan terhadag media massa
>
Dari sudut sosiologi ada tujuh karaterisitik umum dari modernisasi, yaitu mobilisasi sosial dan differensiasi, lanjutan differensiasi dan perubahan struktural, organisational dan status sistem, politik field, tendensi massa konsensual, pendidika field, dan aspek antara bangs. Dari karateristik diatas dapat disimpulkan bahwa karateristik dari modernisasi adalah adanya industrialisasi, defferensiasi, profesonal, rasionalisasi, demokratisasi, mobilitas, cendrung sekuler, egaliter, dan jaminan hukum atas semua masyarakat, dimana negara diatur berdasarkan aturan hukum yang adil. Teori-Teori Modernisasi sebenarnya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dan teori struktural-fungsional. Ini diketahui melalui hipotesis daripada teori modernisasi banyak berasal dari teori evolusi dan teori struktkrual-fungsional. Ini disebabkan tokoh teori modernisasi banyak terpengaruh teori evolusi dan struktural-fungsional di masa masih kuliah dahulu. Adapun ciri-ciri dari teori modernisasi, yaitu :
modernisasi merupakan proses yang bertahap, misalnya teori Rostow yang menyebutkan bahwa modernisasi sebagai proses homogenisasi. Dengan modernisasi akan terbentuk berbagai masyarakat yang memiliki tendensi dan struktur yang serupa. Modernisasi juga sebuah proses yang melalui eropanisasi, pembaratan, atau amerikanisasi. Artinya timur mencontoh pengalaman barat dalam hal industrialisasi, demokrasi dan hak azazi.
Modernisiasi juga merupakan sebagai proses yang tidak bergerak mundur. Maknanya modernisasi tidak boleh dihentikan dan merupakan perubahan progresif, dimana modernisasi merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dan memerlukan masa yang panjang, sebab modernisasi dilihat sebagai perubahan yang evolus Modernitas mengacu pada ilmu dan teknologi, ekonomi, dan fisikal, didalamnya terkandung dua konsep yaitu industri, ilmu dan teknologi. Industri akan melahirkan produk keperluan manusia yang harus dinilai dengan pertimbangan kualitas serta proses menejerial yang efesien, sedangkan ilmu dan teknologi akan menyebarkan informasi tentang teknologi.
Ilmu dan teknologi sangat diperlukan untuk perkembangan industri. Sedangkan modernisme merujuk pada idiologi modern yang diwakili melalui cara hidup cara berpakaian, pekerjaan dan hubungan sosial, didalamnya terkandung dua konsep yaitu pendidikan dan demokrasi. Pendidikan akan memenuhi standarisasi kecakapan yang diperlukan oleh industri, sehinga pendidikan sangat penting untuk mendukung perkembangan industri. Pendidikan juga bergantung pada ilmu dan teknologi bagai penyesuaian perkembangan teknologi yang diperlukan industri. Salah satu wadah perkembangan ilmu serta penyebaran informasi dan teknologi, adalah lembaga pendidikan. Demokrasi pula ditujukan agar produk industri bersifat manusiawi, dan kebijakan politik memihak kepada semua kaum. Memang demokrasi mengutamakan kemenganan mayoritas, tetapi dengan demokrasi yang minoriti juga diperhatikan. Demokrasi mampu menghapus penindasan terhadap suatu kaum. Gabungan industri dan pendidikan akan mewujudkan homogenisasi dan rasionalisiasi, keadaan ini akan mewujudkan sikap liberal sebagai akibat dari demokrasi. Keseluruhan proses modernitas dan modernisme mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Apabila kesejahteraan telah tercapai akan muncul masyarakat industri (advance society). Setelah itu maka akan muncul individualistis, fragmentasi masyarakat dan pengangguran. Oleh sebab itu, modernisasi di barat dimulai perkembangan industri, ilmu dan teknologi yang membawa perubahan pada sistem politik dan memajukan pendidikan serta merubah gaya hidup dari tradisional ke modern.
resensi
MAKALAH RESENSI
BAHASA INDONESIA
DI SUSUN OLEH KELOMPOK 8 :
1.
RESNU ARIS N (0902025051)
2.
SANDY RISDYANDY (0902025054)
3.
IRWANSYAH (0902025041)
4.
SULASTRI INDAH L (0902025020
)
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN REGULER (A)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MULAWARWAN
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Kita panjatkan puji dan syukur
kehadirat allah yang maha esa, karna atas berkat dan rahmatnya kami dapat
menyusun makalah ini.
Makalah resensi ini adalah makalah
yang di susun oleh kelompok kami dalam rangka menyelesaikan tugas yang di
berikan kepada kelompok kami dan kami mrngupayakan agar informasi yang ada di
dalamnya dapat membantu mahasiswa dalam meresensi buku maupun novel.
Kami menyadari bahwa walupun kami
sudah berusaha maksimal dalam menyusun dan menerbitkan makalah ini, tentunya
pembuatan makalah ini masih perlu penyempurnaan. Untuk itu masih di perlukan
ada koreksi dari berbagai pihak maupun dosen pengajar agar materi resensi ini
bias sempurna.
Semoga makalah ini dapat di
manfaatkan, kususnya bagi mahasiswa UNIVERSITAS MULAWARMAN dengan
sebaik-baiknya.
SAMARINDA, MARET 2010
KELOMPOK
8
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...ii
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………...1
LATAR
BELAKANG…………………………………………………………………………….2
PENGERTIAN
RESENSI…………………………………………………...……………………3
DASAR
RESENSI………………………………………………………………………………..3
SASARAN RESENSI…………………………………………………………………………….4
NILAI
BUKU……………………………………………………………………………………..5
UNSUR-UNSUR
RESENSI………………………………………………………………………6
CONTOH
RESENSI………………………………………………………………………………8
TUJUAN
RESENSI……………………………………………………………………………...10
KESIMPULAN…………………………………………………………………………………..12
PENDAHULUAN
Resensi berasal
dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere.
Artinya melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama untuk istilah
itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal
yang sama, yakni mengulas sebuah buku. Tindakan meresensi buku dapat berarti
memberikan penilaian, mengungkap kembali isi buku, membahas, atau mengkritik
buku. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku
tentu menginformasikan isi buku kepada masyarakat luas.
Apakah hanya
buku yang bisa diresensi? Sebenarnya bidang garapan resensi cukup luas. Apabila
diklasifikasikan, ada tiga bidang garapan resensi, yaitu
(a) buku, baik
fiksi maupun nonfiksi;
(b) pementasan
seni, seperti film, sinetron, tari, drama, musik, atau kaset;
(c) pameran
seni, baik seni lukis maupun seni patung.
A. LATAR BELAKANG
Pada hakikatnya resensi buku hanya harus memberi penjelasan apa adanya terhadap
suatu buku; baik kekurangan maupun kelebihannya. Di sana tidak ada embel-embel
yang berbau iklan atau pesan sponsor. Karena itulah resensi buku yang baik
hanya mengungkap apa yang dapat ditangkap oleh peresensi secara kritis terhadap
keberadaan buku tersebut.
Nah, bagaimana seorang penulis resensi dapat menjelaskan kekurangan dan
kelebihan dari sebuah buku? Di sinilah letak perbedaan membaca dengan membaca!
Membaca-nya seorang penikmat tentu berbeda dengan membaca-nya seorang pengamat.
Seorang peresensi buku duduk pada posisi sebagai seorang pengamat. Seseorang
akan mampu mengamati sebuah buku dengan baik apabila dirinya kaya akan
pengetahuan, wawasan, daya kritis, serta memiliki kreativitas dan kebebasan
berpikir. Kemudian untuk dapat menyatakan kekurangan dan kelebihan atau memberi
penilaian terhadap sebuah buku yang selesai dibacanya, seorang peresensi tentu
sebelumnya telah memiliki bekal atau modal kekayaan berupa pengetahuan dan
wawasan yang diperolehnya dari banyak membaca dan melakukan pengamatan. Sebab
untuk dapat melakukan timbangan (resensi) terhadap sebuah buku tentu saja
diperlukan pembanding (buku-buku) serupa atau sejenis dengan yang sedang diresensi.
Itulah sebabnya, seorang penulis resensi yang piawai adalah seorang pembaca
yang baik.
Ketika berhadapan dengan sebuah buku yang selesai dibaca, daya analisanya
langsung mencari perbandingan kepada buku-buku serupa (sejenis) yang pernah
dibaca sebelumnya. Di samping buku-buku sejenis sebagai pembanding, seorang
peresensi yang baik dituntut memiliki pengetahuan yang luas kepada bacaan dari
berbagai jenis disiplin ilmu yang lain. Oleh sebab itu, mutlak, seorang penulis
resensi buku yang baik haruslah seorang pembaca yang baik pula.
B. PENGERTIAN
RESENSI
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau
buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku
atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Seorang penulis pertimbangan buku bertolak dari tujuan untuk membantu para
pembaca dalam menentukan perlu-tidaknya suatu hasil karya seni. Bila
pertimbangan yang diberikan itu tetap memperhatika titik-tolak tadi, maka
penulis secara terus-menerus akan berusaha menyesuaikan pertimbangannya dengan
selera pembaca. Dalam artian yang lebih luas, resensi itu dibuat juga untuk
memberikan pertimbangan terhadap karya-karya seni lainya, seperti drama, film,
sebuah pementasan, dan sebagainya.
C. DASAR
RESENSI
Untuk memberi pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil
karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama,
penulis resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan
kedua, ia harus menyadari apa maksudnya membuat resensi itu.
Dari kata pengantar atau dari pendahuluan dapat diketahui tujuan pengarang
buku. Dengan menilai kaitan antara tujuan sebagaimana ditulis dalam kata
pengantar atau pendahuluan serta realisasinya dalam seluruh karangan itu,
penulis resensi akan mempunyai bahan yang cukup kuat untuk dapat menyampaikan
sesuatu kepada para pembaca.
Penulis resensi harus memperhatikan kewajiban mana yanga harus dipenuhinya,
yaitu kewajiban terhadap para pembaca, dan bagaimana penilaianya terhadap buku
itu.
D. SASARAN-SASARAN
RESENSI
Penulis harus menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai untuk membuat suatu
resensi yang baik. Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah
buku atau karya adalah:
a. Latar Belakang
Penulis dapat mengemukakan tema dari karangan itu. Apa yang sebenarnya ingi
disampaikan pengarang dari bukunya itu. Hal ini dapat dilengkapi dengan
deskripsi buku itu. Penulis menyampaikan ikhtisar atau ringkasan buku itu,
sehingga pembaca akan memperoleh gambaran mengenai isi buku itu.
Semua hal mengenai latar belakang buku itu yang kiranya perlu diketahui
pembaca. Hal ini dimaksudkan agar pembaca mengetahui sedikit mengenai buku itu.
b. Macam atau Jenis Buku
Penulis harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk
dalam golongan buku yang mana. Penulis harus mengklasifikasikan mengenai buku
itu. Dengan memasukan ke dalam kelas buku tertentu, maka dengan mudah penulis
dapat menunjukkan persamaan dan perbedaan dengan buku-buku lain yang termasuk
dalam kelompok yang sama itu. Perbandingan mengenai buku itu, akan membuat para
pembaca tertarik dan ingin membaca isi buku tersebut.
c. Keunggulan Buku
Faktor kedua yang dipergunakan untuk memberi evaluasi adalah mengemukakan
segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa
menunjukan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam
segi penetapan pokok yang khusus. Buku-buku yang non fiktif sangat berbeda satu
sama lain, itulah yang menyebabkan perbedaan nilai dan keunggulan yang
dimilikinya.
Keunggulan buku dapat dilihat dari kerangka buku itu. Hubungan bagian yang satu
dengan yang lain terjalin secara harmonis, jelas, dan memperhatikan
perkembangan yang masuk akal atau tidak. Bagian terdahulu menjadi sebab atau
dasar bagi bagian yang menyusul.
Bahasa merupakan unsur penting dalam masalah keunggulan buku. Bahasa yang baik
dinilai dari struktur kalimatnya, hubungan antar kalimat, serta pilihan kata
yang dipergunakan. Semuanya akan menciptakan pula gaya bahasa yang dipakai.
Tidak ada dua buku (buku fiktif atau non fiktif) yang sama gaya bahasanya.
Penulis resensi dapat mengemukakan mengenai masalah teknis. Sebuah buku yang
baik harus pula ditampilkan dengan wajah yang baik. Baik dalam artian yang
menyangkut lay out, kebersihan terutama pencetakannya. Kesalahan dalam
pencetakan akan mengganggu para pembaca, untuk itu perlu diberi catatan
mengenai kesalahan-kesalahan pencetakan.
Seorang penulis resensi harus berusaha dengan tepat menunjukan keunggulan buku
itu dengan memberikan penilaian langsung, dengan member kutipan-kutipan yang
tepat dan menunjukan pertalian kompak antara bagian-bagiannya. Menilai sebuah
buku berarti member saran kepada pembaca untuk menolak atau menerima kehadiran
buku itu.
E.
NILAI BUKU
Nilai sebuah buku baru akan lebih jelas bila dibandingkan dengan karya-karya
lainnya, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh
pengarang-pengarang lainya. Ada banyak vareasi dasar bagi resensi dengan
menggunakan sasaran penilaian, yakni organisasi, isi, bahasa, dan teknik.
Seorang penulis resensi, pengarang harus tetap mengingat tujuan, mengemukakan
pendapat-pendapatnya dengan jelas, secara khusus dan selektif.
Ada yang berpendapat bahwa minimal ada tiga jenis resensi buku.
1.
Informatif, maksudnya, isi dari resensi hanya secara singkat
dan umum dalam menyampaikan keseluruhan isi buku.
2.
Deskriptif, maksudnya, ulasan bersifat detail pada tiap bagian/bab.
3.
Kritis, maksudnya, resensi berbentuk ulasan detail dengan
metodologi ilmu pengetahuan tertentu. Isi dari resensi biasanya kritis dan
objektif dalam menilai isi buku.
Namun, ketiga jenis resensi di atas tidak baku. Bisa jadi
resensi jenis informatif namun memuat analisa deskripsi dan kritis. Alhasil,
ketiganya bisa diterapkan bersamaan.
F. Unsur-unsur
Resensi
Daniel Samad (1997: 7-8) menyebutkan unsur-unsur resensi
adalah sebagai berikut:
1. Membuat judul resensi
Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh
tulisan atau inti tulisan, tidakharus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat
dibuat sesudah resensi selesai. Yang perlu diingat, judul resensi selaras
dengan keseluruhan isi resensi.
2. Menyusun data buku
Data buku biasanya disusun sebagai berikut:
a. judul buku (Apakah buku itu
termasuk buku hasil terjemahan. Kalau demikian, tuliskan judul aslinya.);
b. pengarang (Kalau ada, tulislah
juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera pada buku.);
c. penerbit;
d. tahun terbit beserta cetakannya
(cetakan ke berapa);
e. tebal buku;
f. harga buku (jika diperlukan).
3. Membuat pembukaan
Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal berikut ini:
a. memperkenalkan siapa
pengarangnya, karyanya berbentuk apa saja, dan prestasi apa saja yang diperoleh;
b. membandingkan dengan buku sejenis
yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain;
c. memaparkan kekhasan atau sosok
pengarang;
d. memaparkan keunikan buku;
e. merumuskan tema buku;
f. mengungkapkan kritik terhadap kelemahan
buku;
g. mengungkapkan kesan terhadap
buku;
h. memperkenalkan penerbit;
i. mengajukan pertanyaan;
j. membuka dialog.
4. Tubuh atau isi pernyataan
resensi buku
Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal di
bawah ini:
a. sinopsis atau isi buku secara
bernas dan kronologis;
b. ulasan singkat buku dengan
kutipan secukupnya;
c. keunggulan buku;
d. kelemahan buku;
e. rumusan kerangka buku;
f. tinjauan bahasa (mudah atau
berbelit-belit);
g. adanya kesalahan cetak.
CONTOH RESENSI :
Kiai Komplet Bernama Gus Mus
Judul : Gus Mus, Satu Rumah Seribu Pintu
Penulis : Abdul Munir Mulkan dkk (31 penulis)
Penerbit : Kerja sama Fak Adab UIN Sunan Kalijaga dan LKiS Yogya
Editor : Labibah Zain dan Lathiful Khuluq
Cetakan : I, Mei 2009
Tebal : xxiv + 295 halaman
SAAT terjadi kekerasan yang dialamatkan pada jamaah Ahmadiyah tempo dulu, KH
Mustofa Bisri menjadi tokoh utama yang menentang. Menurut Gus Mus-sapaan
akrabnya- jamaah Ahmadiyah diibaratkan orang yang hendak ke Surabaya tapi lewat
Jakarta dulu. ‘Orang bingung’ semacam ini menurut Gus Mus harus dinasihati dan
diberi pengertian, bukan malah dihadiahi pentungan.
Itulah gambaran seorang Gus Mus. Betapa nilai humanisme Kiai Rembang ini telah
menyungsum hingga tulang. Bahkan lebih dari itu, telah menjadi ruh kehiupan.
Dan buku yang diterbitkan sebagai hadiah bagi Gus Mus dalam rangka
penganugrahan gelar Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Fakultas Adab UIN Sunan
Kalijaga beberapa waktu lalu.
Boleh dibilang buku ini merupakan buku ‘keroyokan’. Tercatat 31 penulis
menyumbangkan tulisan lengkap dengan kesan yang mereka yangkap dari sosok
pengasuh PP Raudlatut Thalibin. Misal saja Amin Abdullah menuliskan bahwa dalam
menyikapi masalah social keagamaan, Gus Mus dapat berpikir literal, out off the
box, di luar kelaziman (hal 199). Lain lagi dengan Bakdi Sumanto yang menyebkut
dengan tegas Gus Mus adalah nurani bangsa yang hilang (171). Bahkan Abdul Munir
Mulkhan sempat dibuat malu sendiri oleh sikap kebersahajaan yang pernah
ditunjukan Gus Mus (hal 168).
Singkat kata, buku ini bercerita dan menyoroti Gus Mus dari banyak aspek
kehidupan. Seperti dalam bingkai kajian sastra, puisi, prosa, keluarga,
pemikiran kaum muda, kajian social budaya dan dalam bingkai persahabatan.
Sehingga membaca buku ini terasa bagi kita menyelami kehidupan seorang tokoh
yang ditakdirkan sebagai sosok kiai yang juga penyair, seniman, budayawan,
esais, pelukis dan banyak lagi sebutan lainnya. Ibarat sebuah rumah, Gus Mus
memiliki seribu pintu yang dapat dimasuki setiap tamu.
Uniknya, budayaan kondang sekaliber Emha Ainun Nadjib pun merasa ‘cemburu
berat’ pada Gus Mus. Konon di usia sepuh, tulis Cak Nun, Gus Mus makin ganteng,
wajah dan kulitnya berubah tampak lebih putih. Di saat orang dari Sabang sampai
Merauke diam-diam merasa frustasi, Gus Mus malah tampil sumringah dengan
seluruh wajah terlihat tersenyum. Maka tak heran, ‘makhluk’ bernama Doktor
Honoris Causa kesengsem dan melamar untuk menjadi sandangannya (hal 251). -g
(Brahma Aji Putra, mhs Fak Dakwah UIN Sunan Kalijaga)
G.
TUJUAN RESENSI
Sebelum meresensi, hendaknya
peresensi memahami tujuan resensi.
Apa sebenarnya tujuan resensi.
Jika diamati, pemuatan resensi buku sekurang-kurangnya mempunyai lima tujuan,
yaitu sebagai berikut.
a. Memberikan informasi atau pemahaman
yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
b. Mengajak pembaca untuk
memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema
yang muncul dalam sebuah buku.
c. Memberikan pertimbangan kepada
pembaca apakah buku itu
pantas mendapat sambutan dari
masyarakat atau tidak.
d. Menjawab pertanyaan yang timbul
jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti berikut.
- Siapa pengarangnya?
- Mengapa ia menulis buku itu?
- Apa pernyataannya?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis
karya pengarang yang sama?
- Bagaimana hubungannya dengan buku-buku
sejenis yang dihasilkan oleh pengarang-pengarang lain?
e. Untuk segolongan pembaca,
resensi mempunyai tujuan berikut:
- membaca agar mendapatkan
bimbingan dalam memilih buku;
- setelah membaca resensi berminat
untuk membaca atau mencocokkan seperti apa yang ditulis dalam resensi;
- tidak ada waktu untuk membaca
buku, kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.
KESIMPULAN
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau
buku. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku
atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
Untuk memberi pertimbangan atau penilaian secara obyektif atas sebuah hasil
karya atau buku, penulis harus memperhatikan dua faktor, yaitu: pertama, penulis
resensi harus memahami sepenuhnya tujuan dari pengarang aslinya, dan kedua, ia
harus menyadari apa maksudnya membuat resensi itu.
Pokok-pokok yang dapat dijadikan sasaran penilaian sebuah buku atau karya
adalah:
a. Latar Belakang
Penulis dapat mengemukakan tema dari karangan itu. Apa yang sebenarnya ingin
disampaikan pengarang dari bukunya itu. Hal ini dapat dilengkapi dengan
deskripsi buku itu.
b. Macam atau Jenis Buku
Penulis harus menunjukan kepada pembaca buku yang baru diterbitkan itu termasuk
dalam golongan buku yang mana.
c. Keunggulan Buku
Faktor kedua yang dipergunakan untuk memberi evaluasi adalah mengemukakan
segi-segi yang menarik dari buku tersebut. Buku-buku yang sama jenisnya bisa
menunjukan perbedaan yang sangat besar, baik dalam segi penulisan maupun dalam
segi penetapan pokok yang khusus.
Nilai sebuah buku baru akan lebih jelas bila dibandingkan dengan karya-karya
lainnya, baik yang ditulis oleh pengarang itu sendiri maupun yang ditulis oleh
pengarang-pengarang lainya.
Langganan:
Postingan (Atom)